......فانكحوا
ماطابلكم من النَّساء مثنى وثلاث ورباع, فان خفتم الاّ تعدلوا فواحدة او ما ملكت
ايمانكم, ذلك ادنى الاّ تعولوا
Artinya :
......... Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-Nisa
4 : 3).
Sesungguhnya
makna و tidak bisa diganti dengan أو tetapi mempunyai arti بدل (ganti).
Seperti firman Allah SWT : tiga diganti dengan dua, empat diganti dengan
tiga, akan tetapi tidak bermakna jiyadah atau tambahan.[1]
Boleh menikahi hingga empat perempuan
Penggalan ayat
مثنى وثلاث ورباع ditafsirkan sebagai
anjuran untuk menikah seorang laki-laki dengan perempuan yang disukai hingga empat istri. Penyebutan angka ini sama seperti angka yang
terdapat dalam firman Allah SWT surat al-Fathir :1 yang mempunyai arti yang menjadikan
malaikat sebagai utusan-utusan yang mempunyai sayap masing-masing dua, tiga,
dan empat .
Artinya ada malaikat yang memiliki dua, tiga, empat
sayap. Bahkan tidak menutup kemungkinan ada malaikat yang mempunyai sayap
dengan jumlah di luar itu karena memang ada dalilnya. Hal itu tidak sama dengan
pembatasan sampai empat ini kepada pihah laki-laki. Pendapat ini disimpulkan
dari ayat tersebut, sesuai pendapat ibnu abbas dan mayoritas ulama tafsir
karena ayat ini berbicara dalam konteks menikah. Seandainya boleh menikahi
perempuan lebih dari empat tentu terdapat dalil untuk hal tersebut.[2]
Imam
Ahmad meriwayatkan dari Salim, dari Ayah Salim bahwa ketika masuk Islam, Ghilan
Bin Salamah Al Tsaqafi memiliki sepuluh istri. “ Pilih Empat saja dari mereka,”
ujar Rasulullah SAW. Kepadanya. Namun, ketika Umar menjadi Khalifah, Ghilan
justru menceraikan semua istrinya dan membagi-bagi kekayaannya kepda
anak-anaknya. Ulah Ghilan ini sampai ketelinga Umar. Kemudian, Umar mengancam
Ghilan, “ Saya kira, salah satu berita yang dicuri dengar oleh Setan adalah
berita kematianmu dan berita itulah yang disampikannya padamu bahwa kamu hidup
tidak lama lagi. Demi Allah, rujuklah kembali dengan istri-istrimu sehingga
mereka tetap berhak atas hartamu. (sebab bila tidak) Saya yang akan memberikan
harta itu kepada mereka lalu memberi perintah agar kuburmu segera digali dan
kamu dirajam seperti Abu Righal.
Hadis
ini dapat dijadikan dalil bahwa sekiranya menikah dengan lebih dari empat
perempuan sekaligus dibolehkan, tentu Rasulullah SAW akan membiarkan Ghilan
tetap memiliki sepuluh orang istri yang juga telah sama-sama masuk islam
dengannya. Karena beliau menyuruh Ghilan untuk mengambil empat dan menceraikan
sisannya, hal ini menunjukan bahwa menikan dengan lebih dai empat perempuan
sekaligus tidak dibolehkan. Jika larangan ini berlaku seumur hidup maka itu
lebih karena memilih yang lebih utama. Namun, Allah SWT juga yang lebih tau. Wallauhu
a’alam bi Al shawab.[3]
Satu hal lagi yang menarik dibicarakan adalah
soal poligami, secara umum para penulis tafsir di indonesia memahami bahwa
sejak sebelum islam datang tradisi poligami sudah ada. Menurut Baidan dalam Tafsir
bi al-Rayi melihat ayat di atas sebagai bentuk aturan islam agar perempuan
tidak dipermainkan oleh laki-laki. Alasan yang dia pakai lebih pada soal
penyaluran kepentingan biologis laki-laki dan melindungi posisi perempuan.
Hal yang sama juga terjadi dalam Tafsir
Al-Hijri karya Didin. Menurutnya poligami merupakan aturan (syari’ah). Dalam
konteks persyariatan poligami, ada tiga hikmah yang dirumuskan Didin : 1)
Mendidik umat untuk bisa berbagi rasa dan merealisasikan nilai-nilai
solidaritas dalam berkehidupan rumah tangga dan bermasyarakat. 2) Mewujudkan
sikap ta’awun dalam kebaikan. 3) Menghindari penyimpangan seksual dan
menghindari efek psikologis yang berat bagi perempuan yang belum nikah dalam
kondisi timpangnya rasio populasi umat antara laki-laki dan perempuan.
Quraish dalam tafsir Al-Mishbah memberikan
analisis yang berbeda. Dia tidak melihat ayat diatas diatas dalam konteks
pengaturan soal poligami. Alasannya, karena sebelum Islam telah ada praktik
poligami.
Dari uraian diatas terlihat bahwa karya tafsir
di Indonesia dasawarsa 1990-an, masih cenderung mengakui dan bahkan menganggap
praktik poligami di isyaratkan Islam. Tafsir Al-Mishbah karya Quraish,
diantara karya tafsir yang cukup tegas menolak tentang syari’at poligami dalam
Isalm, betapapun belum berani menegaskan bahwa sejatinya poligami dilarang oleh
Al-Qur’an.
Dalam
buku terjemahan al-Maraghi dalam bukunya bahwasannyamempunyaiartiduadua, tigatiga, danempat-empat.
Penjelasanumumnyayaituapabilakamumerasatakutterhadapdirimusendirikarenakhawatirmemakanhartaanakyatim,
makajanganlahkamunikahdengannya, karenasesungguhnya Allah
telahmemberikekuasaanterhadapkamuuntuktidakmenikahianakyatimyaitudenganmenghalalkankamuuntuktidakmenikahianakyatim,
satu, dua, tiga, atauempat.[4]
Takut Tidak Adil, Cukup Satu
Ayat فان خفتم الاّ تعدلوا فواحدة او ما ملكت ايمانكمditafsirkan bahwa jika khawatir tidak dapat
berlaku adil terhadap para istri (jika mereka lebih dari satu). Sesuai dengan
yang difirmankan Allah SWT dalm ayat
ولن تستطيعوآ ان تعدلوا بين النسآء ولو حرصتم
“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara
istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian........” (QS An Nisa’, 4: 129)
Hendaklah seorang laki-laki membatasi diri dengan
menikahi satu permpuan saja. Pilihan lainnya adalah menikahi para hamba sahaya
karena berlaku adlil kepada mereka dalam hal ini tidaklah wajib, tetapi
disunahkan saja. Memperlakuakn mereka secara adil sangat dianjurkan, tetapi
jika tidak dapat dilaksanankan, hal itu tidaklah menjadi masalah.
Ibnu Abu
Hatim, Ibnu Mardawaih, dan Abu Hatim Bin Hiban dalam kitab sahihnya
meriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut.
.....ذلك ادنى الاّ تعولواyang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak
berbuat dzolim, memiliki maksud yang sama dengan la tajuru, yakni agar kalian
tidak sampai berbuat dzalim.
Namun,
Ibnu Abu Hatim buru-buru memberi keterangan, “menurut Ayah saya, (sanad) hadis
ini tidak betul. Yang benar adalah hadis ini mauquf kepada Aisyah. “ Ibnu Abu Hatim juga
menambahkan bahwa Ibnu Abbas, Aisyah, Mujahid, Ikrimah, Hasan, Abu Malik, Abu
Razin, An nakha’i, Sya’bi. Adh Dhahhak, Atha Al khurasani, Qatadah, Saddi, dan
Muqotil Bin Hayyan juga menafsirkannya denganla tamiluagar kalian
tidak memihak.[5]
Berbagai Keistimewaan Poligami Ketika di Perlukan.
Pada prinsipnya kebahagiaan berumah tangga
bagi seorang suami hanya apabila mempunyai seorang Istri saja. Karena bentuk
rumah tangga seperti itu adalah yang paling sempurna, yang seharusnya
dipelihara oleh setiap individu dan diyakini. Tetapi, terkadang memang ada
beberapa kondisi yang dialami seseorang yang mendorongnya menyimpang dari
ketentuan tersebut karena ada kemaslahatan-kemaslahatan penting yang berkait
dengan kehidupan rumah tangganya, atau kemaslahatan umatnya. Sehingga poligami
bagi dirinya tidak bisa dielakan lagi. Kondisi-kondisi tersebut ialah sebagai
berikut:
1.
Bila seorang suami beristrikan seorang wanita mandul, sedangkan ia
mengharapkan anak. Termasuk kemaslahatan sang isrti dan kemaslahtan mereka
(suami istri), hendaknya sang suami menetapkan isrti pertamanya, kemudian
mengawini wanita lain.
2.
Bila istri telah tua, dan mencapai umur yai’sah (tidak haid) lagi,
kemudian sang suami berkeinginan mempunyai anak, dan ia mampu memberikan nafkah
kepada lebih dari seorang istri, mampu pula menjamin kebutuhan anak-anaknya,
termasuk pendidikan mereka.
3.
Bila sang suami tidak cukup hanya mempunyai seorang istri, demi
terpeliharanya kehormatan diri (agar tidak berzina) karena kapabilitas
seksualnya memang mendorongnya untuk berpoligami, sedang sang istri kebalikannya.
Atau bisa juga karena masa haid sang istri, umpamanya terlalu panjang, hingga
memakan waktu sebagian besar dari bulannya.
4.
Bila dari hasil sensus kaum wanita lebih banyak dari kaum pria, dalam suatu
negara, dengan perbandingan yang mencolok. Hal itu bisa terjadi setelah suatu
negara baru saja mengalami peperangan yang banyak menewaskan kaum pria
Pemandangan-pemandangan yang kita saksikan
tentang bercampurnya antara kaum wanita dengan pria di pabrik-pabrik,
tempat-tempat perbelanjaan, dan tempat umum lainnya akan banyak membawa dampak
kian menjerumus kepada tindak permekosaan, perzinahan, dan pebuatan amoral
lainnya.[6]
Kesimpulan
Pengulangan wawu athaf dalam surat an-nisa
ayat 4 menjelaskan bahwa wawu tersebut bukan bermakna jiyadah dan tidak bisa
diganti dengan aw اؤ. Ayat tersebut membolehkan me nikahi wanita yang kamu sukai
dua, tiga empat. Namun jika ia tidak bisa berlaku adil maka nikahilah dengan
satu orang saja.
Sesungguhnya datangnya wawu ini atas segi meringkas atau
membatasi menikahi wanita sampai empat tanpa wawu jiyadah tambahan. Adapun jika
melebihi maka akan ada dalil mengenai hal itu.
Hikmah dan mengapa seorang laki-laki melakukan poligami
diantaranya : karena sang istri mandul ia tidak bisa memberikan keturunan
sedangkan tujuan menikah adalah ingin memiliki keturunan, karena ingin menjaga
kehormatan seorang diri, dan jumlah wanita lebih banyak dari pada pria dengan perbandingan
yang mencolok, maka ini dibolehkan.
Daftar pustaka
Al-Mubarakfury Shafiyurahman Tafsir ibnu Katsir2012
Syaamil: Bandung
Rahmat Jalaludin Tafsir Jalalain
Tafsir al-Maraghi
Al-Qur’an Adhim
Gusmian Islah Khazanah Tafsir Indonesia Teraju
2003 Jakarta
Shalih Khatim Ad-Dhomini Masaail mansuurotu fii
tafsiir wal arobiyyati wa ma’na Mubarok 1990